Oleh: Zidan Muhammad
Sirojudin
Hijrah merupakan hal
yang tidak asing lagi di telinga kita semua, dengan berhijrah kita dapat
menjadi pribadi yang lebih baik. Dulu, hiijrah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya ialah dari Mekkah ke Madinah untuk menghindari
serangan dari kaum Quraisy.
Apakah kita juga harus
hijrah seperti itu? Masih kah relevan menerapkan cara hijrah muslimin Mekkah
dulu? Tentu, lebih dari sekadar relevan. Sebagaimana Rasulullah hijrah
menghindari musuh agama yang berkomplot, maka sesungguhnya musuh-musuh kita
yang beragam di zaman sekarang lebih dahsyat, yang mewajibkan kita untuk
hijrah. Musuh-musuh kita yang licin itu adalah:
1)
Cinta dunia (حب الدنيا)
yang berlebihan dan tak terkendali sehingga lupa daratan. Padahal
حب
الدنيا رأس كل خطيئة
Artinya, "Cinta
dunia adalah biang segala kesalahan."
2)
Hawa nafsu yang selalu dituruti (هوى متبع).
Padahal, apa yang didapat dari memperturutkan hawa nafsu? Nabi Yusuf
mengatakannya:
إن
النفس لأمارة بالسوء
Artinya, "Sungguh,
hawa nafsu benar-benar menyuruh kepada kejahatan."
3)
Setan gaib (yang sanggup lari mengikuti aliran darah) yang malah
dijadikan sekutu, padahal setan seharusnya dilawan:
إن الشيطان لكم عدو فاتخذوه عدوا
Artinya, "Sesungguhnya
setan itu musuhmu, maka jadikan dia musuh!"
4)
Setan manusia yang lebih berbahaya. Asal selalu berbisik dan
memprovokasi mengajak kepada kejahatan, manusia dan jin macam begini
adalah setan:
من شرالوسواس الخناس الذي يوسوس في صدورالناس من الجنة
والناس
Artinya "...
dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke
dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia."
Jadi, jadi kita harus
hijrah dari mana dan ke mana?
Bila melihat kepada
catatan perjuangan Rasulullah SAW yang berujung kepindahan atau hijrahnya ke
Madinah dengan tujuan utamanya "meninggalkan situasi yang buruk untuk
mencari situasi baru yang lebih baik", atau seperti sabda beliau
bahwa "Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan larangan
Allah," maka setidaknya ada empat pelabuhan yang bisa dijadikan
titik tolak hijrah kita, yaitu:
Pertama, من الشرك إلى التوحيد (dari syirik kepada
tauhid) dengan menyingkirkan sesembahan kepada berhala dan setan, memberantas
praktik perdukunan sampai sikap menuhankan harta, tahta, jabatan, wanita dan
serba benda yang lain. Semuanya disterilkan dan dikembalikan "hanya untuk
Allah Yang Maha Esa".
Kedua, من الكفرإلى الإيمان (dari kekufuran kepada iman) dengan
meneguhkan keyakinan kepada rukun iman yang enam dan meninggalkan "sikap
selalu membangkang" terhadap perintah Allah.
Ketiga, من الجاهلية إلى الإسلام (dari jahiliyah
kepada Islam), yakni meninggalkan adat-adat jahiliyah yang busuk seperti:
musuh-musuhan, dendam, bertengkar, iri dengki, takabur, buruk sama tetangga,
tidak menghormati keluarga atau tamu, berkhianat, dan tidak toleran. Semuanya
diubah dengan selalu menjunjung perilaku dan akhlak yang syariat Islam ajarkan
kepada kita semua.
Keempat, من الظلمات إلى النور (dari
kegelapan kepada cahaya). Keluarlah dari tempat gelap yang membutakan, yakni
"amalan tanpa tuntunan", perbuatan bid'ah, atau ibadah tanpa ilmu.
Lihatlah cahaya Islam dan iman sebagai way of life yang mencerahkan dan
selalu memberi harapan.
Sumber: nu.or.id
0 Comments:
Posting Komentar