republika.id
Oleh : Sri Wulandari
Merujuk kepada catatan tinta emas yang
ditorehkan Rasulullah beserta para Sahabatnya terkait upaya pembangunan
masyarakat madani dengan memaksimalkan potensi masjid, maka hal itu dapat
menjadi inspirasi bagi kita untuk menghadirkan generasi pencinta masjid di
tengah hiruk pikuk kehidupan saat ini. Masjid secara fungsi harus
bertransformasi tidak hanya memprioritaskan aspek ritual belaka, tetapi perlu
dicanangkan pula sebagai tempat untuk membentuk generasi Islam yang siap
menjadi penerus kebangkitan masa depan.
Pertama, Memperbaiki kualitas manajemen. Masjid
harus menjadi tempat multifungsi dalam kehidupan. Peran masjid yang begitu
sentral jangan sampai dipersempit hanya untuk ritual keagamaan saja. Fungsi
utama masjid memanglah untuk salat, tetapi salat tanpa ilmu bukanlah ajaran
Rasulullah. Itulah mengapa fungsi masjid tidak hanya berkaitan dengan ibadah,
tetapi juga menjadi majelis ilmu untuk menyempurnakan ibadah. Dalam lingkup
yang lebih luas, masjid harus menjadi basis pembekalan generasi Islam untuk
beradab dan berilmu. Mereka harus diajarkan muamalah (bagaimana berinteraksi
yang baik dengan sesama manusia), al-ahwal al-syakhsiyah (permasalahan
keluarga), al-'ukubat (hukuman/ konsekuensi atas tindak kejahatan), al-siyar
(hubungan antarnegara), termasuk akhlak dan adab islami yang itu semua akan
menjadi bekal menjalani kehidupan yang baik.
Kedua, Menjadi tempat ramah anak. Masjid
harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak. Rasulullah
sering membawa cucu-cucunya ketika ke masjid. Meskipun cucunya kerap bermain di
punggungnya ketika salat, tetapi Beliau tidak pernah memarahinya. Beliau
menghindari agar jangan sampai mereka merasa menjadi penghambat bagi orang
dewasa yang beribadah. Masjid yang ramah anak akan meninggalkan memori indah
bahkan hingga dewasa. Perintah agar menghadirkan generasi pencinta masjid
merupakan tuntunan Rasulullah karena merekalah salah satu golongan yang
mendapat naungan di hari kiamat kelak sekaligus mendapat petunjuk kehidupan 10.
Karenanya, jangan sampai dengan beralasan mengganggu kekhusyukan dan ketertiban
lantas menjadikan kita menutup pintu masjid bagi anak-anak sehingga berakibat
pada mereka yang tidak ingin lagi datang ke masjid saat telah dewasa karena
lebih merasa nyaman berada di tempat-tempat lain seperti kafe, alun- alun,
playground, dll.. Tindakan yang tidak mencerminkan akhlak Rasulullah terhadap
anak seperti menghardik bahkan mengusir mereka pada akhirnya akan kian
menjauhkan generasi ini dari Islam. Secara tidak langsung tindakan ini justru
menghambat lahirnya generasi Islam yang dipersiapkan melalui masjid dalam
membangun peradaban. Jikalau pun mereka bermain, maka orang dewasa dapat
mengarahkan mereka dengan nilai- nilai yang mendididik penuh kelembutan agar
mereka memahami fungsi masjid dengan baik.
Ketiga, Menjadi basis bagi umat. Masjid
merupakan tempat berkumpulnya jemaah, minimal 5 kali sehari. Panggilan salat berjamaah
setidaknya menjadi momentum untuk mempersatukan umat, saling sapa,
berinteraksi, dan membangun kepedulian sesama yang terkadang belum tentu dapat
dilakukan di sela-sela kesibukan masing masing. Para Sahabat memanfaatkan waktu
salat berjamaah untuk bertanya kabar, bahkan mencari tahu jika ada yang tidak
hadır, apakah si fulan dalam kondisi sehat atau sakit sehingga tidak sempat
berjamaah. Adang Wijaya dalam bukunya Masjid Insight mengutip perkataan yang
pernah disampaikan Sunan Gunung Jati, "ingsun titip tajug lan fakir
miskin" Menurut Adang, ungkapan singkat itu mengandung makna yang dalam,
bahwa masjid merniliki peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai tempat
ibadah, tetapi juga wahana bagi orang yang membutuhkan, termasuk mereka yang
kekurangan secara finansial. Hal itu dicontohkan di Masjid Nabawi di kala
Rasulullah menjadikan masjid sebagai tempat memenuhi kebutuhan spiritualitas,
intelektual. termasuk juga finansial bagi Ahlus Suffah Khusus yang terakhir itu
adalah karena memang masjid menjadi tempat menerima zakat, infak, dan sedekah.
Jadikan Rumahmu Sebagai Masjidmu!
Kebersamaan anggota keluarga di rumah
harus berangkat dari kesamaan visi derni menjadikan rumah sebagai tempat
ibadah, tidak hanya sebagai tempat yang berkutat pada aktivitas duniawi belaka.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah menganjurkan agar terdapat ruang khusus di rumah
yang dijadikan sebagai tempat beribadah, khususnya ibadah sunah",
terkadang juga ibadah wajib saat kondisi darurat yang tidak memungkinkan ke
masjid seperti sakit, keamaanan, pandemi, jauh dari masjid, atau tidak ada
masjid, dll.. Tempat khusus ini juga menjadi ruang terefektif bagi anak-anak
untuk mengenal Allah Inilah yang dalam hadis disebut dengan masjidul bait
(masjid di dalam rumah). Urgensi menghadirkan suasana masjid di dalam rumah
telah dipraktikkan dalam lintas sejarah; rumah Sahabat Al-Arqam bin Abi
Al-Argam dijadikan tempat berdakwah pertama Rasulullah, mihrab Sayidah Maryam
yang menjadi tempat mulia karena ibadah yang dilakukannya, termasuk juga
Rasulullah yang menjadikan rumahnya sebagai masjid, dalam arti tempat ibadah
Apa yang dilakukan Rasulullah dan orang-
orang saleh tersebut adalah gambaran bahwa mereka tidak ingin kehilangan makna
masjid dalam kehidupan sehari-harinya. Secara psikologi, rumah yang di dalamnya
terdapat ruang masjid akan menghadirkan suasana kejiwaan yang tenang, nyaman,
berkah, dan penuh kasih sayang sebagaimana kata rumah yang diambil dari kata
"sakan" atau "maskan" yang satu akar dengan kata "sakinah"
yang berarti ketenangan. Rumah yang di dalamnya terdapat masjid dapat menjadi
sarana bagi orangtua untuk mencontohkan berbagai kebaikan. Anak- anak akan
melihat orangtuanya mendirikan salat sunah, membaca Al-Qur'an, dan berzikir di
sana. Hal-hal itu secara tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir mereka
dengan melihat ayah-ibunya yang tidak hanya melakukan rutinitas duniawi semata,
tetapi juga menjalankan aktivitas ukhrawi di rumahnya. Hal ini akan terpatri
dalam diri mereka untuk menjadikan rumahnya bernilai ibadah sebagaimana
dicontohkan sang orangtua. Inilah esensi penting dari perintah Rasulullah agar
jangan sampai kita membuat rumah seperti kuburan yang menurut Imam Nawawi
bermakna sepi dari salat sunah dan menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dengan tidak
menjadikan rumah semata-mata untuk tidur saja dan tidak pernah didirikan salat
di dalamnya dikarenakan tidur adalah saudaranya mati dan mayat tidak bisa salat
sehingga rumahnya terkesan seperti kuburan. 15 Dengan melaksanakan ibadah di
masjidul bait, maka kita tengah membina keluarga yang baik, dan jika setiap
keluarga sudah baik, maka tidak mustahil akan tercapai kehidupan masyarakat
yang lebih baik pula. Sebagaimana jika setiap orang menyapu rumahnya
masing-masing, maka satu kota akan menjadi bersih tanpa perlu ada petugas
kebersihan.
Referensi :
Fitrio. Eko Nani. (2022), Majalah Mata Air.
Jakarta : PT Ufuk Baru. 9(36) h. 23.
0 Comments:
Posting Komentar