Oleh: Zidan Muhammad Sirojudin
Imam Ibnul
Qayyim Al Jauziyah menceritakan dari Raja bin Amr An Nakhai bahwasanya di
Kufah, ada seorang pemuda yang begitu tampan. Di waktu yang sama, dia adalah
seorang yang taat beribadah. Suatu hari, dia datang dan tinggal di kawasan suku
Nakha', dan jatuh cinta kepada seorang wanita dari suku tersebut. Sebagaimana
cinta yang berbalas, sang wanita pun juga mencintainya.
Karena rasa
cintanya itu, sang pemuda kemudian berkeinginan untuk menjadikannya istri. Dia
mengajukan lamarannya pada ayah sang wanita. Namun sayang, ayahnya menolak dan
menjelaskan bahwa anaknya telah dijodohkan dengan keponakannya atau sepupu
anaknya.
Meski cinta
mereka berdua terhalang oleh restu, rasa cinta sang wanita terus bertumbuh
sampai membuatnya mengirim surat pada sang pemuda. Surat itu berisi keinginan
sang wanita untuk dikunjungi olehnya atau jika tidak, sang pemuda yang akan
dikunjungi olehnya.
Sang pemuda
lantas membalas isi surat, yang mungkin mengagetkannya karena berisi keberanian
yang didorong rasa cinta begitu dalamnya. Dia menyampaikan, “Tidak ada yang
mungkin dari pilihan-pilihan itu karena Al-Qur’an mengatakan, ‘Katakanlah aku
benar-benar takut akan azab hari kiamat, jika aku bermaksiat pada Allah.”
Kemudian
sang wanita itu pun berkata pada dirinya sendiri, “Walaupun begitu, rupanya
dia masih takut pada Allah. Demi Allah, tidak ada satupun yang akan memilikiku
kecuali dia.”
Setelah
kejadian itu, sang wanita mulai menyibukkan dirinya untuk melakukan sesuatu
yang sama seperti pria yang dia cintai itu, yaitu sibuk dengan beribadah kepada
Allah. Meski cintanya yang begitu besar pada sang pria, dia sama sekali tidak
melakukan sesuatu yang melanggar syariat.
Waktu
berlalu, sang wanita pun akhirnya menemui ajalnya. Sang pemuda merasa
kehilangan. Suatu ketika, dia datang menziarahi kuburan wanita pujaannya itu,
dan kemudian menangis sampai tertidur di dekat kuburan sang wanita.
Di dalam
tidur, sang pemuda bermimpi bertemu dengan sang wanita. Pemuda itu pun bertanya
dalam mimpinya, “Apa kabarmu?”
“Wahai
kekasihku, betapa indah cintamu. Cinta sejati yang membawaku pada ketaatan,”
balas sang wanita.
“Apa yang
kamu dapatkan dari cinta itu?” tanya sang pemuda.
“Saya
telah dibawa kepada keindahan yang tidak akan pernah hilang, di taman abadi
yang tidak akan pernah hancur,” balas sang wanita.
“Ingatlah
aku di sana karena aku tidak akan pernah melupakanmu.”
“Demi
Allah, aku tidak akan pernah melupakanmu. Aku bahkan memohon pada Tuhanku dan
Tuhanmu agar kita hidup bersama di akhirat, maka tolonglah aku dengan kerja
keras untuk menggapai itu,” balas sang wanita lagi.
“Kapan
aku bisa bersamamu?”
“Kamu
akan menyusul dengan segera,” sang wanita meyakinkan.
Setelah
kejadian itu, tidak lebih dari tujuh hari, sang pemuda pun wafat menyusul
kekasihnya tersebut.
Alangkah
indahnya kisah cinta sejati ini, yang mana sulit sekali untuk dilakukan oleh
pemuda masa kini kecuali hanya segelintir saja. Sudah sepantasnya kita menjadikan
contoh kisah-kisah terdahulu yang dapat menjadikan kita menjadi pribadi yang
lebih baik lagi terkhusus dalam urusan cinta.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
0 Comments:
Posting Komentar