Oleh: Zidan Muhammad Sirojudin
Hariadi Nugraha Akbar (29), pelaut yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, hijrah enam tahun lalu. Waktu itu, dia sedang menjalani semester akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran.
Akbar sedang galau waktu itu. Tujuh tahun pacaran, dia merasa bergelimang dosa. Lalu, dia menceritakan hal ini kepada temannya yang menjadi pengurus kerohanian Islam (rohis) di kampus. ”Di sini saya tercerahkan, ternyata Islam itu luas sekali ajarannya. Tak sesederhana guru saya di sekolah. Banyak aturan sunah yang selama ini belum dijalankan,” ujarnya.
Lalu berhijrahlah Akbar, dimulai dengan memanjangkan jenggot dan bercelana cingkrang. Tahun 2015, dia mulai bekerja di kapal. Pada masa ini, hubungan asmaranya mulai memburuk. Si pacar merasa Akbar tak lagi mesra seperti dulu. ”Mungkin karena kami sudah tujuh tahun pacaran. Jadi, dia ingin komunikasinya harus selalu intens. Sementara saya baru kerja di kapal, enggak enak juga sama teman-teman sejawat di kapal. Akhirnya kami memutuskan untuk udahan,” ungkapnya.
Setelah beberapa tahun berlayar ke banyak tempat, Akbar mengakhiri masa lajang pada 2018. Dia dijodohkan oleh teman di satu komunitas pengajian. Tak butuh waktu lama baginya untuk meminang perempuan itu. Selepas shalat Jumat, Akbar mengunjungi rumah perempuan itu di Bogor, Jawa Barat. ”Alhamdulillah, diterima,” katanya.
Menurut Akbar, beragama dengan menjalani sunah nabi banyak tantangannya, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar. Keluarga Akbar, misalnya, belum menerima perubahannya. ”Saya selalu memberi pengertian kepada mereka. Sekarang, mereka sudah menerima, tetapi tidak mau mengikuti. Ya sudah, ini soal keyakinan, tak bisa dipaksakan,” ujarnya lagi.
Di sisi lain, Akbar bekerja di lingkungan beragam. Pekerja kapal terdiri dari orang-orang dengan latar belakang negara dan agama yang beragam. Atasannya pernah menganjurkan agar dirinya tak memanjangkan jenggot agar pekerja lain tak risih. Namun, Akbar bergeming. Dia lebih baik berhenti daripada tak mengikuti sunah. ”Memang harus pintar-pintar membawa diri. Yang penting saya tidak mengganggu dan tidak membenci mereka,” katanya.
Dalam konteks pemerintahan, Akbar tak mempermasalahkan sistem demokrasi yang berlangsung saat ini. Di pengajian, materi lebih fokus pada tema terkait ibadah dan sunah. Dia juga tak tertarik membahas diskusi yang berhubungan dengan politik. ”Saya mendukung semua program pemerintah selama tidak sampai melarang kami dalam beribadah,” katanya.
0 Comments:
Posting Komentar