Nuansa Hijrah - Hijrah berasal dari kata hajaru-yahjuru yang berarti memutuskan, meninggalkan, berpisah, menjauhkan dari, dan berpindah tempat. Dalam catatan sejarah, Nabi-nabi terdahulu juga banyak yang hijrah untuk menegakkan dakwahnya. Nabi Yaqub yang berhijrah dari bumi Irak untuk menghindari kedengkian saudaranya.
Nabi Ibrahim hijrah dari Babil menuju Palestina. Kemudian hijrah lagi bersama istrinya, Hajar, ke Bakkah. Nabi Luth juga berhijrah ke negeri Syam, lalu menetap di kota Nabulus, di tepi pantai barat Yordania yang dahulu dikenal dengan sebutan kota Samirah.
Dalam sejarah Islam, hijrah dimulai ketika Rasulullah Muhammad saw
pindah dari Makkah ke Yatsrib pada Jumat, 13 Rabi’ul Awwal atau 24 September
622 Masehi.
Tujuannya menghindari penindasan kafir Mekkah dan membangun
peradaban baru, peradaban Al-Madinah Al-Munawwarah, peradaban nan tercerahkan
yang lahir dari ajaran Islam.
Hijrah Nabi membawa pengaruh selama lebih enam abad di pentas dunia,
Islam menjadi peradaban maju yang mencerahkan peradaban global. Era itu disebut
era pencerahan Islam, kejayaan Islam, dan abad keemasan Islam.
Di situlah pangkal tolak hijrah sebagai titik balik peradaban dari
jahiliyah menuju peradaban utama yang mencerahkan dunia.
Demikian pula yang melatarbelakangi lahirnya gerakan Muhammadiyah. Pada
masa KH. Ahmad Dahlan, umat Islam masih memegang teguh pola pendidikan
tradisional. Melihat fakta tersebut timbullah ide pembaharuan.
Pembaharuan pendidikan Kiai Dahlan mendapat tantangan dari masyarakat
yang direspon dengan bijak. Sekarang pembaruan Kiai Dahlan diakui sebagai awal
kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia.
Dua Aspek Hijrah
Hijrah masa kini bermakna perubahan yang menjadikan pribadi kita menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Misalnya, membiasakan untuk membiasakan shalat lima
waktu, puasa sunnah, merutinkan berdzikir dan sebagainya.
Move on adalah konteks hijrah masa kini. Berbenah ke arah yang lebih baik. Ini sangat berhubungan dengan trend berhijrah yang sekarang sedang marak dilakukan para hijabers, sebutan untuk orang yang memulai untuk berhijab.
Hijrah dibedakan menjadi dua aspek. Pertama, hijrah makaniyah (مكانية) yang artinya berpindah atau meninggalkan dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kedua, hijrah ma’nawiyah (معنوية ) yaitu mengubah diri menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Hijrah ma’nawiyah pun dibedakan
menjadi empat. Pertama, yaitu hijrah i’tiqadiyah (hijrah
keyakinan). Hijrah dengan cara meningkatkan keimanan, agar dapat meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tercela dan yang dilarang oleh Allah.
Kedua, hijrah fikriyah (hijrah
pemikiran), adalah hijrah dengan mengkaji Ilmu agama lebih mendalam. Mulai dari
mempelajari firman-firman Allah dalam al-Quran serta hadits-hadits Rasulullah.
Tujuannya agar mengetahui tentang syariat Islam dengan benar sehingga dapat
membedakan yang haq dan bathil.
Ketiga, hijrah syu’uriyyah (hijrah
penampilan), adalah hijrah dengan berusaha mengubah penampilan diri menjadi
lebih baik, seperti dalam mengenakan pakaian yang lebih syar’i, yang awalnya
tidak berhijab kemudian berhijab dan menutup aurat.
Keempat, hijrah sulukiyyah (hijrah
tingkah laku atau kepribadian). Hijrah ini maksudnya adalah berhijrah dengan
mengubah kepribadian dan tingkah laku yang lebih baik.
Hijrah sebagai Trend di Media Sosial
Di era peradaban yang semakin maju, media sosial adalah sarana efektif
untuk melakukan dakwah-dakwah Islam, sebab orang-orang lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama gadget mereka dibanding dengan datang ke majelis
pengajian.
Media sosial sangat mendominasi dalam kehidupan sehari-hari, bahkan
menjadi kebutuhan primer, karena semua akses ada di dalamnya dalam
berinteraksi di setiap saat tanpa batas ruang dan waktu.
Pada masa kini banyak sekali konten-konten berhijrah, bukan karena ingin
meengikuti trend atau ikut-ikutan orang lain, akan tetapi harus diniatkan
karena ingin mendapatkan Ridha Allah swt.
Ketika sudah memutuskan berhijrah kita harus siap berubah secara lahir
dan batin, bukan hijrah fisik atau penampilan saja, tetapi juga meluruskan hati
dengan berusaha sekuat tenaga menjalani perintahkan dan menjauhi larangan
Allah.
Bersikap baik dalam berhubungan sosial secara nyata maupun maya. Jangan
melukai perasaan orang dengan perbuatan ataupun postingan di media sosial.
Karena sekarang ini bukan saja lisan yang menjadi pedang untuk menusuk, namun
dengan tulisan pun bisa menikam sasarannya.
Tidak ada salahnya untuk mendakwahkan agama Allah. Siapa pun bisa
melakukan, malah kita dianjurkan untuk menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya
sedikit. Tetapi yang perlu ditekankan cara kita dalam berdakwah. Jangan sampai
mendadak menjadi ahli agama dan menghakimi orang-orang yang belum berhijrah
dengan kalimat menyakiti.
Sumber : PWMU.CO
0 Comments:
Posting Komentar