Oleh: Siti Nabilatul Zahro Salsabila
Hukum melaksanakan Qurban adalah Muaqad Sunnah, ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang mampu. Ada aturan yang harus dipatuhi saat mempersembahkan kurban. Salah satunya adalah saat penyembelihan hewan kurban. Hewan kurban boleh disembelih pada Hari Raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya pada Hari Tashriq. Setelah proses penyembelihan selesai, daging kurban disebarkan kepada masyarakat sekitar.
Larangan Nabi untuk menyimpan daging kurban:
Ada kalanya Rasulullah melarang para sahabat menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Rasulullah meminta para sahabatnya untuk memakan daging kurban secukupnya selama tiga hari. Selanjutnya Rasulullah SAW meminta para sahabatnya untuk membagikan daging kurban. Rasulullah memberikan waktu tiga hari kepada para sahabatnya yang mempunyai kelebihan daging akibat krisis di masyarakatnya untuk diumumkan kepada mereka yang membutuhkan. Dulu status gizi masyarakat membaik. Nabi kemudian mencabut larangan menyimpan daging. Rasulullah kemudian berpesan kepada para sahabatnya untuk mengawetkan daging kurban setelah hari Tashriq.
Para ulama fiqih berkesimpulan bahwa pengawetan dan pengawetan daging kurban tidak dilarang. Para ulama fikih memerintahkan untuk menyimpan kliping dari daging kurban yang sesuai dengan konsumsi kuota, daripada dua pertiga dari daging kurban yang harus dibagikan kepada orang lain sebagai sedekah.
Anjuran mengawetkan daging kurban:
Peringatan: Mengawetkan daging kurban tidak makruh. Disarankan untuk menghemat daging yang akan mereka konsumsi. Dulu penyimpanan daging melebihi tiga hari sempat diharamkan tetapi kemudian dibolehkan berdasarkan sabda Rasulullah saw ketika para sahabat kembali bertanya kepadanya, "Dulu memang kularang kalian menyimpannya karena tamu. Kini Allah memberikan kelapangan-Nya. karena itu, simpanlah daging yang telah jelas bagimu" ( As-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma'rifati Ma'anil Minhaj, [Beirut, Darul Ma'rifah: 1997 M/1418 H], juz IV, halaman 388).
Imam Rafiee mengatakan bahwa tamu yang dimaksud adalah sekelompok orang Badui yang memasuki Madinah pada masa Nabi. Mereka tidak berdaya dalam menangani kelaparan yang melanda daerah pedalaman. Namun sebagian ulama mengartikan kata “dafa” sebagai musibah yang menimpa masyarakat (As-Syarbini, 1997 M/1418 H: IV/388).
Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan daging kurban sendiri bergantung pada santunan bagi masyarakat yang mengalami gangguan gizi, khususnya masyarakat Arab Badui yang datang ke kota Madinah untuk mencari makan. Inilah Penjelasan Hukum Pengawetan Daging Kurban Setelah Zaman Tashriq. Semoga kita selalu bertakwa kepada Allah.
Sumber: Putry Damayanty-Liputan 6
19 Juni 2024, 05:30 WIB
0 Comments:
Posting Komentar